Sabtu, 24 September 2011

“ PERSOALAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH” Oleh : M a r s i g i t *) The psychological aspect that found Reviewed by Siti Nurrochmah Dani (10313244004)

From the research, there are many teachers that use traditional method to teach students. It is using explanatory method, but us now that it has more weakness. Because the teacher can’t satisfy the necessary of students to learn mathematics, improve the achievement of student, and improve doing group. It also make the psychology of student can’t develop healthy. Because it makes students to be passive, get traumatizes in school and to be afraid with teacher.
To solve these problems, we can use many methods to explain mathematics in the class. That are (1) Exposition Method, (2) Discussion Method, (3) trial and given assignment method, (4) innovation method, (5) Problem Solving method, (6) using teaching tools. They give advantages to student whereas students is not feel boring and lesson will be not abstract when learn mathematics. So the lesson can be absorbed effectively. It also makes the mental of students to be not stress and accept the lesson happily.
The developing mathematics learning has good impact, but in implementation, the teacher has some troubles or problems. It must be aware by teacher and effort to solve the problems of learning mathematics with improving the competence of a teacher, so the output of student to be a good person with stronger character.

DEVELOPING MATHEMATICS EDUCATION IN INDONESIA By Marsigit, Unsur-unsur Psikologi yang Terkandung Di Review oleh Siti Nurrochmah Dani (10313244004)

Salah satu tujuan bangsa indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu pemerintah mengembangkan pendidikan dengan mencanangkan program wajib belajar 6-9 tahun, dimana pada masa itu siswa belajar ilmu-ilmu dasar. Pada masa itu pula siswa mengalami proses perkembangan mental dan jiwa. Sekolah merupakan tempat untuk mengembangkan potensi, bakat, dan kemampuan bersosialisasi dengan sesama dan lingkungan.
Pendidikan di Indonesia sendiri sebenarnya mulai sitematik pada tahun 1968/1969. Dan pada tahun sebelum 1990 guru cenderung menerangkan di depan kelas, sedangkan murid hanya mendengarkan. Saat pembelajaran di kelas khususnya matematika, media utama visualisasi pembelajaran adalah papan tulis dimana guru menjelaskan dengan menuliskannya di papan tulis. Hal ini cenderung membuat siswa pasif dan hanya menerima apa yang dijelaskan oleh guru. Dampak buruknya pada perkembangan psikologi siswa adalah siswa tumbuh menjadi seorang yang mudah percaya dan sulit untuk mengembangkan potensi akan dirinya. Karena mereka tidak dapat mengenali kemampuan dan jati diri mereka sendiri.
Dalam pemberian tugas, siswa hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh guru, sehingga siswa kurang mempunyai inisiatif mengembangkan apa yang telah dimilikinya. Dan apa yang didapat di sekolah cenderung mudah hilang karena mereka hanya menerima, tanpa mencari sendiri atau mengolah yang telah di berikan guru kepada siswa. Dalam konteks ini guru sebagai pusat kegiatan dan siswa hanya sebagai pendengar.
Tantangan utama bagi pendidik berikutnya yaitu meningkatkan pembelajaran matematika siswa yang lebih tinggi agar siswa dapat membangun pengetahuannya sesuai pemahaman siswa. Di sisi lain hal tersebut juga dapat mendorong perkembangan psikologi, yaitu menjadi siswa yang lebih berkarakter dan berkompeten.
Sesuai hasil nilai ebtanas pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama menmbuktikan bahwa matematika dan ilmu pengetahuan alam menjadi pelajaran dengan hasil nilai yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari kompetensi guru sampai fasilitas sekolah yang kurang lengkap. Faktor dari dalam diri siswa juga tak kalah penting yaitu rasa takut akan mata pelajaran matematika. Sehingga perlu adanya usaha peningkatan pembelajaran. Untuk itu guru harus memberikan bimbingan sehingga siswa tidak merasa takut pada matematika. Sehingga jiwa atau psikis siswa tidak merasa tertekan dalam proses belajar mengajar.
Yang paling penting dan utama adalah dengan mengubah paradigma tradisional dengan paradigma baru yaitu paradigma konstruktivist (siswa aktif dalam pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator). Dimana manfaatnya tidak hanya dalam perkembangan kemampuan saja yang dimiliki tetapi juga pembentukan karakter dan mental yang kuat dimiliki oleh siswa, jika paradigma baru itu dilaksanakan dengan tepat.